TAIZÉ

Timór Lorosa’e

“Dapatkah kita bisa benar-benar berharap?”

 
Kunjungan ke Timor Timur di bulan Februari yang lalu bertepatan dengan usaha pembunuhan presiden.
JPEG - 15.8 ko

Seorang bruder menulis: Dua tahun telah berlalu semenjak saya terakhir kali berkunjung ke Timor Timur. Krisis di tahun 2006, tindak kejahatan, ribuan pengungsi dari pegunungan, kampanye-kampanye pemilihan presiden parlemen, semua ini menjadi penghalang bagi saya untuk pergi ke sana.

Ketika mendarat mata saya dikejutkan oleh pemandangan yang mengelilingi saya: rumah-rumah hancur, pengungsi dimana-mana, mereka tinggal di taman-taman umum, di paroki-paroki, sekolah-sekolah, seminari-seminari, di bawah tenda-tenda dan tempat tinggal sementara di mana-mana, bahkan di beranda dan koridor kantor-kantor diosis.

Pertemuan pertama berlangsung di Bazartete, sebuah paroki yang berjarak sekitar satu setengah jam dari Dili. Karena hujan deras yang mengguyur, jalanan sama sekali tidak layak untuk kendaraan bermotor. Dua suster muda dari sebuah komunitas religius yang berada di desa mengambil langkah berani untuk melakukan perjalanan ini. Di beberapa titik, jalanan menjadi sangat berbahaya dan kita harus mencari jasa bantuan dari orang-orang sekitar untuk mengeluarkan mobil dari lumpur. Kendatipun demikian sekitar 250 kaum muda datang dan beberapa dari mereka datang dari tempat yang jauh, seperti dari Maliana dan Liquiça… Bagi mereka yang menginginkan dapat menginap semalam dan warga paroki setempat telah mempersiapkan hidangan malam sederhana. Ini artinya kami bisa menikmati waktu yang ada. Pemutaran DVD tentang Taizé yang disertai dengan sedikit pengantar tentang kehidupan komunitas dan peran serta kaum muda sangat menarik perhatian mereka yang hadir, mereka mengajukan banyak pertanyaan. “Surat dari Cochabamba” telah diterjemahkan ke bahasa Tetun. Setelah dibaca bersama, tersedia waktu hening untuk membacanya kembali secara pribadi yang dilanjutkan dengan kelompok-kelompok kecil untuk saling berbagi pendapat. Setiap kelompok-kelompok kecil ini diajak untuk mempersiapkan sebuah doa yang akan dibaca pada saat doa malam. Gereja tempat doa diadakan juga telah dihias dengan sangat indah namun tetap sederhana; ini bertujuan untuk mengundang setiap orang masuk ke dalam hubungan secara pribadi dengan Kristus.

JPEG - 13 ko

Di setiap tempat yang kami kunjungi, rangkaian acara berlangsung kurang lebih serupa. Pertemuan yang berlangsung selama satu setengah hari ini, memberikan waktu yang cukup bagi kaum muda untuk memperkenalkan diri mereka di depan kaum muda lainnya. Sangat menyentuh sekali ketika salah seorang dari mereka berkata, “Kesan saya, surat ini sepertinya ditulis dan dialamatkan kepada kami”. Sebenarnya banyak dari mereka mengungkapkan dengan nada yang sama: surat ini sesuai dengan situasi yang sedang terjadi saat ini.

Saat kami di Baucau kami menerima berita tentang adanya usaha pembunuhan presiden dan meninggalnya Mayor Alfredo. Biasanya berita seperti itu akan menciptakan kegelisahan yang kuat. Namun apa yang terjadi? “Di Timor, Anda tidak pernah tahu apa yang akan terjadi besok”. Semuanya tetap tenang dan perenungan dapat kami lanjutkan.

Kami menerima berita bahwa Dili masih dalam keadaan tenang dan kami meneruskan perjalanan menuju Fuiloro di mana 400 kaum muda mengharapkan kedatangan kami. Mereka tidak hanya datang dari dua sekolah Dom Bosco yang ternama namun juga dari Los Palos dan dari tempat lain yang terlalu jauh untuk mencapai Baucau.

Dalam situasi yang tak menentu saat itu, tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengakhiri pertemuan dengan doa di sekeliling salib. Setelah pembacaan “Surat dari Cochabamba” dan “Surat bagi mereka yang hendak mengikut Kristus”, setiap orang diajak untuk menulis sebuah doa atau ungkapan pribadi dengan menuliskan beban atau derita yang ingin mereka percayakankan kepada Kristus. Setiap orang datang untuk meletakkan doa mereka dalam sebuah keranjang di samping salib..

JPEG - 13.9 ko

Kembali ke Ibukota, Dili, diadakan beberapa pertemuan: pertemuan ekumenis di YMCA, pertemuan dengan para postulan dan novis dari beberapa komunitas religius di Becora, pertemuan di Notra Signora de Guadalupe di Balide, pertemuan di Seminari Tinggi dan akhirnya pertemuan dengan kaum muda dari Diosis Dili. Pada setiap kesempatan, doa yang diadakan sungguh memiliki kekuatan yang jarang Anda alami. Setiap orang dimampukan untuk mengungkapkan sesuatu dari pergulatan batin yang sedang mereka alami melalui saat hening, nyanyian-nyanyian serta gerak tubuh sujud di hadapan salib.

Di salah satu kelompok kecil, seorang pemuda berkata, “Kita berdoa dan berdoa dan tetap tidak ada perubahan”. Kemudian dia menambahkan, “Dapatkah Anda benar-benar bisa berharap?” Mendengarkan ini hati kami menjadi pilu. Namun pertanyaannya semakin memperkuat apa yang kami ingin coba bagikan: melalui sebuah doa yang sederhana di mana kita dapat membuka hati kita sebagaimana adanya, dengan segala kegundahan dan pergulatannya untuk mencari damai serta mempersilakan Kristus untuk menyalakan kembali harapan.

Terakhir diperbaharui: 5 Maret 2008